HAQQNEWS.CO.ID – Diam-diam Singapura ternyata mendirikan lembaga pendidikan Islam untuk tingkat perguruan tinggi. ”Proyek baru” ini bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter para pemimpin Islam di negara pulau itu.
Hal tersebut, Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong mengumumkannya langsung dan berbicara dalam bahasa Melayu. Sang Perdana Menteri Wong mengatakan dalam pidato Hari Nasional pertamanya pada Ahad (18/7/2024) bahwa perguruan tinggi tersebut akan bernama Singapore College of Islamic Studies, atau Kolej Pengajian Islam Singapura dalam bahasa Melayu.
Usulan Muslim Yaacob Ibrahim
Sebelumnya Menteri Urusan Muslim Yaacob Ibrahim pada tahun 2016 telah mempunyai usulan tentang perguruan tinggi Islam. ”Sebagai proyek terbaru bagi komunitas Melayu/Muslim, proyek ini akan membina para pemimpin Islam Singapura di masa depan,” kata Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong, kutip The Strait Times
Tujuannya adalah untuk melatih ulama dan guru agama, yang juga terkenal sebagai asatizah, yang mampu memberikan bimbingan agama yang masuk akal dan relevan bagi umat Islam dalam konteks multiras dan multiagama di Singapura.
Sejak itu, Dewan Agama Islam Singapura (Muis) telah melakukan kunjungan belajar ke perguruan tinggi Islam di negara-negara seperti Mesir, Yordania, Turki, Maroko, Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada untuk lebih memahami bagaimana program-program tersebut dapat terformat dengan baik.
Pada 2022, Muis membuka kampus lima lantai di Jalan Bencoolen untuk program pascasarjana dengan nama Sertifikat Pascasarjana Islam dalam Studi Kontemporer untuk meningkatkan keterampilan asatizah.
Saat itu, Menteri Urusan Muslim Masagos Zulkifli mengatakan kampus tersebut akan memungkinkan Muis membangun keahlian lokal dan memperluas jaringannya dengan para sarjana lokal dan asing, serta institusi akademis. Dia menggambarkan hal ini sebagai langkah kunci menuju rencana jangka panjang untuk mengembangkan perguruan tinggi Islam.
PM Wong Lanjutkan Pendahulu
PM Wong mengatakan dia berkomitmen untuk melanjutkan apa yang telah pendahulunya rintis dalam bekerja sama dengan para pemimpin Melayu/Muslim dalam banyak masalah. Hal ini termasuk meningkatkan pencapaian pendidikan, melawan radikalisasi dan terorisme, dan mengangkat kelompok rentan. “Kami telah menangani masalah seperti itu dengan berani,” imbuhnya.
”Masyarakat Melayu/Muslim selalu bersatu, penuh tekad, dan rasa ‘gotong-royong’ yang kuat. Anda selalu memperhatikan satu sama lain dan merayakan kesuksesan Anda bersama.” Ia secara khusus menggunakan istilah “gotong-royong”, istilah Melayu yang menggambarkan etos gotong-royong dalam masyarakat.
PM Wong juga menyampaikan perkembangan terbarunya dalam mempelajari bahasa Melayu – bahasa yang katanya ia kenal sejak kecil namun tidak berhasil memelajarinya dengan baik.
Orang tuanya kadang-kadang berbicara dalam bahasa Melayu satu sama lain, mengingat ayahnya berasal dari Ipoh di Malaysia dan ibunya dari Kampong Amber, sebuah desa yang terletak di daerah antara jalan East Coast dan Amber di Singapura.
“Saya rajin mempelajarinya sekarang. Saya berharap bahasa Melayu saya semakin meningkat,” kata PM Wong sambil berterima kasih kepada mereka yang telah menyemangatinya selama ini.
Genera Muda Melayu Unggul, Parlemen Mendukung
Di kalangan generasi muda Melayu, PM Wong melihat lebih banyak lagi orang-orang yang berpendidikan tinggi dan unggul dalam bidangnya masing-masing. Salah satu contoh yang ia kemukakan adalah Guy Ghazali, mantan hakim distrik dan asisten panitera di Pengadilan Peradilan Keluarga, yang akhirnya terangkat menjadi presiden senior perempuan pertama di Pengadilan Syariah pada 2020.
“Perempuan berusia 41 tahun ini telah membuka jalan bagi generasi pemimpin perempuan di masa depan, dengan keunggulan profesional dan upaya komunitasnya yang menandai tonggak sejarah penting dalam profesi hukum,” kata PM Wong.
Anggota parlemen yang berbicara kepada the Straits Times setelah pidato Melayu PM Wong menunjukkan dukungan terhadap perguruan tinggi Islam yang baru.
Saktiandi Supaat dari GRC) mengatakan sekolah tersebut akan menambah keragaman platform bagi calon pemimpin Islam di Singapura. Sementara Zhulkarnain Abdul Rahim (GRC) melihat langkah ini sebagai cara untuk mengasah generasi muda beragama dan komunitas di kepemimpinan tingkat nasional dan dunia.
“Perguruan tinggi dengan reputasi seperti ini akan memberikan keuntungan bagi lulusan kami, asatizah muda kami, di wilayah ini,” kata Zhulkarnain. “Hal ini juga memastikan ciri multikulturalisme Singapura, dan multi-agama, tetap utuh, dan bahwa kita dapat mendukung kemajuan bangsa sambil mempertahankan akar dan nilai-nilai kita,” tambahnya.
Rizal Anwardeen, yang merupakan bagian dari Komite Eksekutif Aktivitas Melayu Klub Komunitas Henderson, menambahkan bahwa ada permintaan untuk studi Islam di Singapura. “Institusi seperti itu masih jarang dan mengharuskan orang pergi ke luar negeri untuk studi lebih lanjut,” kata pria berusia 42 tahun itu. (***/HQ1)