Jakarta, Haqqnews.co.id – Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat mendesak kepolisian segera menggelar perkara terkait dugaan praktik cash back di internal organisasi. Mereka menolak upaya penyelesaian perkara melalui jalur keadilan restoratif (restorative justice/RJ).
Desakan itu langsung oleh anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat, H. Helmi Burman, sampaikan saat memenuhi undangan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Selasa (29/4/2025). Helmi adalah pelapor kasus dugaan penyimpangan tersebut.
“Kami menghormati undangan mediasi dari pihak kepolisian. Namun, sesuai hasil Rapat Pleno PWI Pusat, kasus ini sebaiknya selesai melalui proses hukum di pengadilan,” ujar Helmi.
Helmi datang ke Polda Metro Jaya bersama sejumlah tokoh PWI, antara lain Ketua Umum PWI Pusat Zulmansyah Sekedang, Sekretaris Jenderal Wina Armada Sukardi, Ketua Dewan Kehormatan Sasongko Tedjo, serta anggota bidang hukum Anriko Pasaribu dan Arman Fillin.
Polisi sebelumnya mengirim surat undangan kepada Helmi berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan dan Penyelesaian Perkara Melalui Keadilan Restoratif.
Ketua Umum PWI Pusat Zulmansyah Sekedang menegaskan bahwa berbagai upaya damai sebenarnya sudah mereka lakukan, termasuk melalui mediasi oleh Dewan Pers, Kementerian Hukum dan HAM, hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun, seluruh upaya tersebut menemui jalan buntu.
Menurut Zulmansyah, salah satu upaya perdamaian hampir tercapai dalam pertemuan melalui mediasi oleh Wakil Menkominfo Nezar Patria di Jakarta, November 2024 lalu. Namun, mediasi gagal setelah kubu Ketua Umum nonaktif HCB bersikukuh agar peserta Kongres PWI berasal dari pelaksana tugas (plt) ketua PWI provinsi yang penunjukannya secara sepihak.
“Permintaan itu tidak bisa terakomodasi karena bertentangan dengan hasil Konferensi Provinsi dan tidak sesuai dengan AD/ART PWI,” tegas Zulmansyah.
Puluhan Ribu Anggota PWI Menunggu Kejelasan
Mantan Ketua Umum PWI Pusat Atal S. Depari yang juga hadir dalam pertemuan di Polda menyatakan dukungannya terhadap proses hukum. Ia menilai gelar perkara perlu segera agar persoalan menjadi terang dan jelas di pengadilan.
“Lebih dari 20 ribu anggota PWI menunggu kejelasan soal ini. Sudah saatnya kasus ini di persidangan,” ujar Atal.
Atal juga mengingatkan bahwa secara etika dan organisasi, HCB telah dua kali dijatuhi sanksi oleh Dewan Kehormatan PWI. Putusan pertama berupa teguran keras karena dinilai merendahkan martabat organisasi, dan putusan kedua berupa pemberhentian penuh sebagai anggota.
“Dalam sejarah PWI, belum pernah ada Ketua Umum yang diberi sanksi seberat ini oleh Dewan Kehormatan. Maka tudingan bahwa ia dizalimi tidak berdasar,” kata Atal.
Ia menambahkan, putusan Dewan Kehormatan bersifat final dan konstitusional. Namun untuk membuktikan benar atau salahnya perbuatan secara hukum, pengadilan tetap menjadi jalan utama.
“Karena itu, kami mendukung agar kasus ini diproses secara hukum, bukan melalui restorative justice,” ujarnya. (***/HQ1)