“Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak memberikan jabatan apa-apa kepadaku?” tanya sang sahabat.
Sambil menepuk bahu lelaki yang zuhud itu, Rasulullah SAW menjawab, “Wahai Abu Dzar, kau seorang yang lemah, sedangkan jabatan itu adalah amanah.”
“Sebagai amanah, jabatan kelak pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan, kecuali bagi orang yang dapat menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya,” kata Nabi SAW lagi.
Nabi SAW pun konsisten dengan kriterianya. Khalid bin Walid dan ‘Amr bin Ash yang baru masuk Islam diberi jabatan pimpinan militer, padahal ilmu keislaman mereka berdua belum mamadai.
Namun, ternyata keduanya dianggap kuat bekerja dan mampu menjaga amanah. Sebaliknya, orang sealim Abu Hurairah yang sangat kuat hafalan hadisnya dan banyak mendampingi Rasulullah SAW tidak diberi jabatan apa-apa.
Semangat Hasan bin Tsabit membela Islam juga tidak masuk kriteria orang yang layak memegang pimpinan atau jabatan. Tentu lagi-lagi karena tidak masuk kriteria pemimpin yang dicanangkan Nabi.
Masalahnya, seseorang bisa gagal menunaikan tugas jabatannya dan kepemimpinannya karena tidak mampu mempertahankan amanah (khiyanat) atau karena tidak ada ilmu untuk itu (jahil). Maka Alquran memberi pelajaran dari kisah Nabi Yusuf.
Dikisahkan bahwa ia diberi kedudukan tinggi oleh raja karena dapat dipercaya (amin), pandai menjaga (hafiz), dan berpengetahuan (alim) (QS Yusuf: 54-55). Ini berarti kriteria pemimpin ditambah satu syarat lagi, yaitu hafiz, artinya menjaga amanah.
Hal ini disinggung Nabi dalam hadis yang lain: “Sesungguhnya Allah akan menanyai setiap pemimpin tentang rakyatnya, apakah menjaganya (hafiza) atau menyia-nyiakannya” (HR Nasa’i dan Ibnu Hibban).
Syarat yang satu lagi adalah sifat al-‘alim, artinya mengetahui apa yang menjadi tanggung jawabnya, mengetahui ilmu tentang tugasnya. Adalah malapetaka suatu bangsa jika pejabat dan pemimpin yang dipilih dan dipercaya rakyat ternyata tidak cukup ilmu tentang tugasnya. Inilah yang diwanti-wanti Umar bin Khattab bahwa amal tanpa ilmu itu lebih banyak merusak daripada memperbaiki.
Di sini, kita akan mafhum apa kira-kira sebabnya Abu Dzar tidak diberi jabatan oleh Nabi. Pemimpin atau pejabat Muslim yang sesuai dengan ajaran Islam adalah yang bersifat amanah, memperolehnya dengan benar, menunaikan dengan baik, kuat, dapat dipercaya (amin), pandai menjaga (hafiz) amanahnya dan berpengetahuan (alim) tentang tugas jabatan dan kepemimpinannya. (*/HQ1)