Haqqnews.co.id – Pemusnahan reklame di Kota Batam dengan dalih penertiban menimbulkan kerugian bagi pengusaha. Terutama bagi pengusaha periklanan yang bangunan reklamenya sudah terpotong oleh tim Pemko Batam.
Cak Ta’in melanjutkan di sisi Pemko Batam, untuk melakukan penertiban wilayah Batam Kota saja, kabarnya Pemko juga harus merogoh anggaran lebih 500 juta. Sementara pemerintah pusat sedang menyerukan efisensi anggaran di banyak sektor. Jika penertiban berlanjut dan tuntas seluruh wilayah Kota Batam, maka perkiraannya akan menghabiskan anggaran lebih dari Rp 2 miliar.
Menurut Cak Ta’in, tidak jarang pengusaha juga telah membayar pajak atau retribusi reklame ke Dispenda Batam, maka itu juga harus mereka kembalikan. Karena pengusaha harus mengembalikan dana kepada tenan, bahkan ada yang harus ganti rugi atau terkena penalti.
“Kebijakan itu jadi perbuatan sewenang-wenang, main potong semua. Saya yakin, semua pengusaha advertising mendukung program pemerintah untuk menata kota lebih rapi dan indah, tapi seharusnya tetap memperhatikan keberlangsungan ekonomi, terutama bagi reklame yang masih terikat dengan tenan, setidaknya tunggu sampai habis kontraknya,” jelasnya.
Cak Ta’in menduga Pemko Batam asal bertindak, atas kebijakan menertibkan reklame. Seharusnya pemerintah membuat master plant terlebih dahulu melalui kajian secara komprehensif, tidak asal-asalan, baru melakukan penertiban. Namun yang terjadi sekarang sebaliknya, pemko langsung main bongkar semua, baru dikatakan ajak menyusun master plant.
“Menurutku sih ini kebijakan ngacau. Apa mereka sudah hitung sebelumnya kerugian yang bakal para pengusaha alami, apa mereka hitung berapa ribu orang yang bakal kehilangan pekerjaan, dan sektor lain yang bakal terpengaruh akibat pembongkaran reklame tersebut,” imbuhnya.
Bukan hanya pengusaha advertising yang mengalami kerugian, lanjut Cak Ta’in, sektor kelistrikan PLN Batam juga bakal kehilangan ribuan pelanggan dan kehilangan pendapatan miliaran dari penggunaan daya untuk reklame tersebut. “Berapa banyak PLN Batam kehilangan pendapatan dari sektor reklame ini? Saya yakin miliaran karena satu titik mereka dikenakan tarif sekitar Rp. 2,5 juta, jadi tinggal dikali jumlah bangunan reklame yang ada,” ujarnya.
Tidak Miliki Perencanaan yang Baik
Cak Ta’in menilai, Wali Kota Batam dan Wakil Wali Kota Batam, Amsakar Ahmad dan Li Claudia Chandra tidak memiliki perencanaan yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Seperti tidak paham akan skala prioritas yang harus dibereskan dalam pemerintahan, terutama menyangkut soal kemasyarakatan. Penanganan sampah yang masih amburadul, jalan di tempat. Pengelolaan air bersih yang masih sering gangguan dan kualitas rendah. Terutama penanganan soal banjir yang terjadi setiap kali turun hujan deras.
Sebelumnya Cak Ta’in juga menyoroti kebijakan Pemko dan BP Batam yang mau mengubah lahan timbunan terhadap Sungai Baloi di Perumahan Kezia menjadi taman kota sebagai kebijakan yang ngawur.
Menurutnya, penimbunan DAS sungai itu ada unsur pidana harusnya diproses hukum, dan lahan hasil timbunan dibongkar kembali, sebab itu ke depan dapat menimbulkan bahaya banjir yang lebih besar karena terjadi penyempitan DAS.
“Kita pengen lihat saja apa skala prioritas mereka sebenarnya, termasuk soal penertiban reklame itu, kalau nanti ujungnya dipasang seperti yang ada sekarang, ya apa artinya penataan. Kalau isu bakal dibuat kebijakan semua reklame harus videotron, apa pengusaha advertising punya kemampuan investasi. Faktanya di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya reklame masih menjadi pemandangan di sepanjang jalan dan tempat strategis. Kalau dipaksakan pakai videotron, cahayanya mengganggu pengguna jalan tak? Ini kajiannya harus matang.” pungkasnya. (*/HQ1)

